Rabu, 20 Oktober 2010

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

1. PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.

Metode dalam pendidikan islam merupakan suatu metode yang khas dan tersendiri, baik dari segi alat-alat maupun segi tujuan-tujuannya, dengan suatu bentuk yang nyata dan menarik perhatian serta membangkitkan minat untuk memiliki sumber ideologinya yang khas dalam perjalanan sejarah. Ruang lingkup dan keleluasaan sistem pendidikan islam tidak boleh keluar dari keterpaduan tujuan dan cara. Didalam sistem pendidikan islam terdapat satu cara dan satu tujuan untuk dapat menyatukan kepribadian yang pecah untuk dapat mencapai satu tujuan yang lurus dan bulat. Inilah keistimewaan dari sistem pendidikan islam yang berbeda dengan sistem pendidikan buatan manusia yang pada umumnya memiliki tujuan yang relatif sama meskipun alat-alat yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut berbeda-beda sesuai dengan pengaruh lingkungan dan kondisi sejarah, sosial, politik dan sebagainya. Sistem pendidikan islam, tidak mengurung dirinya pada batas-batas yang sempit itu dan tidak hanya berusaha membentuk “nasionalis sejati“ akan tetapi berusaha untuk mewujudkan suatu tujuan yang lebih besar dan menyeluruh, yaitu membentuk “manusia sejati”. Sedangkan Sistem pendidikan buatan manusia, pada umumnya bermuara dalam suatu tujuan pendidikan yaitu membentuk “nasionalisme sejati“.

Islam dalam membentuk manusia yang baik itu tidak membiarkan manusia berada dalam kebimbangan dan terus menerus berjalan didalam kegelapan, dimana masing-masing membentuk dirinya menurut kemauannya sendiri. Akan tetapi pendidikan islam menetapkan ciri-ciri manusia secara cermat dan jelas, serta menggaris strategi yang dapat mengantarkan mereka untuk mencapai tujuan itu.

 

A. KELUARGA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Keluarga, menurut pandangan Islam, tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya suami, istri dan anak. Lebih dari itu, keluarga memiliki fungsi dan peranan yang signifikan dalam menentukan nasib suatu bangsa. Allah menegaskan bahwa kerugian terbesar pada hari kiamat nanti adalah ketika kita kehilangan keluarga yang kita sayangi. Allah berfirman :

 

Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam Keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. dan orang-orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah, Sesungguhnya orang- orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal. (QS Asy Syuura: 45).

 

            Perbaikan keluarga dalam segala hal haruslah menjadi prioritas utama sebelum kita memprioritaskan yang lain, Kualitas keluarga yang sesungguhnya bukan hanya sekedar baik nilai ujian atau yang lainnya. Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh orang tua sebagai konsep dasar apabila kita tidak ingin kehilangan keluarga kelak di akhirat.

 

 

 

a.       Menanamkan nilai-nilai ketauhidan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ini pula yang dilakukan dan dicontohkan oleh para rasul dan nabi yang mulia kepada keluarga, anak, dan istrinya. Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub:

 

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): ''Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.'' (QS Al Baqarah: 132).

 

Demikian pula dengan apa yang dicontohkan Luqman kepada anaknya. Allah berfirman:

 

''Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: 'Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan-Nya adalah benar-benar kezaliman yang besar'.'' (QS Luqman: 13).

 

b.      Menanamkan kebiasaan untuk saling menasihati.

Saling memberikan nasihat selain sebagai bagian dari hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya, juga merupakan salah satu perilaku orang beriman.

 

Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (QS Al Balad: 17).

 

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS Al ´Ashr: 3).

 

Dengan dibudayakan saling memberi nasihat, maka keluarga kita akan selalu terjaga dari kemaksiatan dan kemunkaran serta akan terbina hubungan yang harmonis dan sakinah.

 

c.       Memperbanyak doa kepada Allah memohon kebaikan dan keberkahan dalam keluarga.

Dalam memperbaiki kualitas keluarga kita tidak bisa lepas dengan yang namanya pendidikan. Bahkan keseluruhan ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah merupakan materi pendidikan dan ilmu pengetahuan yang luar biasa, yang tidak dimiliki oleh selain Islam. Sejarah mencatat bahwa bangsa Arab yang buta huruf, dengan pendidikan Islam telah berubah menjadi bangsa pelopor, menerangi dan menjadi guru dunia. Pendidikan adalah pemindahan nilai-nilai Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah, pandangan hidup Islam dan berbagai pengetahuan Islam yang mempertebal pemahaman para peserta didik. Bekal ini diharapkan menjadi pengendali tingkah laku. Ajaran Islam meliputi seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Islam memperhatikannya dengan porsi yang sangat besar. Allah berfirman:

 

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu "Berlapang-lapanglah dalam majlis", niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dan apabila dikatakan "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al Mujaadilah: 11).

 

Islam telah mendorong agar manusia menuntut ilmu dan membekali diri dengan pengetahuan. Allah berfirman:

 

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS Az-Zumar: 9).

 

B. PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat. Didalam keluarga umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga memiliki peran yang penting dalam pembentukan sebuah masyarakat. Pendidikan di keluarga adalah pendidikan awal dan utama bagi seorang manusia. Keluarga adalah pemberi pengaruh pertama pada anak manusia. Di samping itu juga keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan sendi-sendi pendidikan yang fundamental.

Keluarga dalam Islam memiliki dua fungsi yakni fungsi internal dan fungsi ekstenal. Fungsi internal keluarga yakni interaksi antar anggota keluarga (suami, istri dan anak) yang saling sayang menyayangi dengan motivasi ruhiyah/ ibadah. Selain itu mereka berusaha untuk meraih kebahagian dan kesejahteraan dalam keluarga. Sedangkan fungsi eksternal keluarga adalah Setiap anggota keluarga memiliki tanggung jawab terhadap bangunan masyarakat yang kuat dan lurus (Islami), karena keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Setiap anggota keluarga bahu-mambahu untuk memainkan peranan turut membangun masyarakat yang bahagia dan sejahtera dalam naungan sistem yang lurus (Islam). Berteladan kepada keluarga Nabi muhammad saw, bahwa keluarga beliau adalah keluarga pejuang. Teladan terbaik bagi manusia seluruhnya. Kaum muslim semestinya juga membangun keluarga pejuang. Secara internal berjuang mencapai kebahagian dan kesejahteraan setiap anggota keluarga. Sedangkan secara eksternal memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada setiap anggota keluarga untuk ambil bagian dalam perjuangan perbaikan masyarakat. Di dalam keluarga yang menyatu antara fungsi internal dan eksternal akan benar-benar terwujud keluarga sakinah secara nyata dalam kehidupan.

Keluarga memiliki peran strategis dalam proses pendidikan anak dan umat manusia. Keluarga lebih kuat pengaruhnya dari sendi-sendi yang lain. Sejak awal masa kehidupan seorang manusia, lebih banyak mendapat pengaruh dari keluarga. Sebab waktu yang dihabiskan di keluarga lebih banyak dari pada di tempat lain.

Pada hakikatnya pendidikan di keluarga merupakan pendidikan sepanjang hayat. Pembinaan dan pengembangan keperibadian serta penguasaan ilmu/ tsaqafah Islam dilakukan melalui pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga, terutama ibu dan bapaknya.

Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”

Begitu pentingnya pembinaan dan pendidikan di dalam keluarga, pendidikan anak sejak dini di dalam keluarga akan tertanam secara kuat pada diri seorang anak. Sebab pengalaman hidup pada masa-masa awal umur manusia akan membentuk ciri khas, baik dalam tubuh maupun pemikiran yang bisa jadi tidak ada yang dapat mengubahnya sesudah masa itu.

Untuk itu, keluarga secara langsung atau tidak turut mempengaruhi jatidiri sebuah masyarakat. Dari keluargalah lahir generasi manusia yang bermartabat memiliki rasa kasih sayang dan saling tolong – menolong diantara mereka. Dengan begitu akan terciptalah tatanan kehidupan masyarakat yang kuat, yang didukung keluarga- keluarga yang harmonis dan berkasih sayang karena memiliki pemikiran yang benar (ideologis) sebagai pondasinya.

C. TUJUAN PENDIDIKAN YANG BERDASAR ISLAM PADA KELUARGA (Anak)

Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Untuk mencapai tujuan itu, orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Orang tua harus menempati posisi dalam keadaan bagaimanapun juga karena mereka ditakdirkan menjadi orang tua anak yang dilahirkannya dan mereka harus menjadi penanggung jawab pertama dan utama.

Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan pertama dan terutama bagi anak. Pendidikan di keluarga bertujuan agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan anaknya, yaitu jasmani, akal dan rohani. Tujuan lain ialah membantu sekolah/lembaga kursus dalam mengembangkan pribadi anak didiknya. Yang bertindak sebagai pendidik dalam pendidikan dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu serta semua orang yang merasa bertanggung jawab terhadap perkembangan anak itu seperti kakek, nenek, paman, bibi dan kakak. Namun yang terpenting adalah ayah dan ibu.

 

 

2. PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP ANAK

Perhatian orang tua begitu penting dalam membentuk watak/ kepribadian anak nantinya. Pada keluarga terletak kewajiban pertama untuk mendidik seseorang menjadi sehat, mempunyai sifat-sifat yang baik dan menjadi anggota masyarakat yang cakap dan berguna. Kedudukan orang tua sangat strategis dalam pendidikan keluarga karena perhatian orang tua sangat membentuk watak anak menjadi anak yang berakhlak mulia, berperilaku yang sopan serta mempunyai kepribadian yang baik. Sebagai orang tua yang baik dan memahami tentang islam, maka perhatian orang tua terhadap anak dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini:

 

A. SEBELUM LAHIR

Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya.

 

a.      Memilih isteri yang shalehah.

Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan bersabda :

” Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi” (HR.Al-Bukhari dan Muslim)

 

b.      Hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya.

Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda :

“Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak kamu lakukan, nisacaya terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”

 

c.       Mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga kita.

Rasulullah memerintahkan kepada kita:

“Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: “Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami”. Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya”.

 

B. KETIKA DALAM KANDUNGAN

Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Hal- hal yang dapat dilakukan oleh seorang ibu ketika mengandung antara lain.

 

a.      Ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya.

Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah :

“Sesungguhnya Allah membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil” (Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa’i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat: “Isnad hadits inijayyid’ )

 

b.      Berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah.

Sang ibu hendaklah berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do’a yang dikabulkan adalah do’a orangtua untuk anaknya.

 

c.       Memenuhi gizi.

Ibu hamil disarankan untuk memenuhi gizi dalam makanan yang dikonsumsi agar janin yang dikandungnya terpenuhi nutrisi gizinya.

 

C. SETELAH LAHIR

Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitarnya melakukan hal-hal berikut:

 

a.      Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.

Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah ‘Azza Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam bersama malaikat:

 

“Dan isterinya berdiri (di balik tirai lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir puteranya) Ya ‘qub. ” (QS Huud : 71).

 

Dan firman Allah tentang kisah Nabi Zakariya ‘Alaihissalam:

 

Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh." (QS Ali Imran: 39).

 

Adapun tahni’ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal ini, kecuali apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau mendo’akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu )” ( Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud).

Abu Bakar bin Al Mundzir menuturkan: Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata: Penunggang kuda menyampaikan selamat kepadamu. Hasan pun berkata: Dari mana kau tahu apakah dia penunggang kuda atau himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang mesti kita ucapkan. Katanya: Ucapkanlah:

“Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya” (Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud).

 

b.      Menyerukan adzan di telinga bayi.

Abu Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan:

“Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah” ( Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi).

Hikmahnya, Wallahu A’lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pernyataan hadits:

” Jika diserukan adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan kentut sampai tidak mendengar seruan adzan” (Ibid)

 

 

c.       Tahnik (Mengolesi langit- langit mulut)

Termasuk sunnah yang sebaiknya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula). Abu Musa menuturkan:

“Ketika aku dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang kepada Nabi, maka beliau menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo’akan keberkahan baginya, kemudian menyerahkan kepadaku”.

Tahnik mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr. Faruq Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50, menyebutkan:

“Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu’jizat Nabi dalam bidang kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari dua hal:

a.      Jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan).

b.      Jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya.”‘

 

d.      Memberi nama.

Termasuk hak seorang anak terhadap orang tua adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan dari Wahb Al Khats’ami bahwa Rasulullah bersabda:

” Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta’ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah” ( HR.Abu Daud An Nasa’i)

Pemberian nama merupakan hak bapak. Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu kepada ibu. Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek, atau selain mereka. Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim dalam Tuhfaful Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau bersabda: “Semoga mudah urusanmu”

Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun berbelok arah dan tidak melaluinya.( Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud, hal. 41.)

Termasuk tuntunan Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau pernah mengganti nama seseorang ‘Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan Zur’ah. Disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan :”Nabi mengganti nama ‘Ashi, ‘Aziz, Ghaflah, Syaithan, Al Hakam dan Ghurab. Beliau mengganti nama Syihab dengan Hisyam, Harb dengan Aslam, Al Mudhtaji’ dengan Al Munba’its, Tanah Qafrah (Tandus) dengan Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan Kampung Hidayah (Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram) dengan Banu Rasydah (Anak keturunan balk).” (Ibid)

 

e.      Aqiqah.

Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, bahwa Rasulullah bersabda:

“Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya” (HR. Al Bukhari.)

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha,bahwa Rasulullah bersabda:

“Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing” (HR. Ahmad dan Turmudzi).

Aqiqah merupakah sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari kelahiran. Namun, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan saja, Wallahu A’lam. Ketentuan kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk kurban. Dari jenis domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis kambing kacang berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat.

 

f.        Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya.

Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. (Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz 1.)

Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas. Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya:

“Fatimah Radhiyalllahu ‘anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR. Imam Malik dalam Al Muwaththa’)

 

g.      Khitan.

Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah bersabda:

“Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak” (HR. Al-bukhari, Muslim)

Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan mustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita. WallahuA’lam.

 

 

Inilah beberapa etika terpenting yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh orang tua atau pada saat- saat pertama dari kelahiran anak. Namun, di sana ada beberapa kesalahan yang harus dihindari oleh keluarga dalam memperlakukan anak pada saat menunggu kedatangannya. Secara singkat, antara lain:

 

a.      Membacakan ayat tertentu dari Al Qur’an untuk wanita yang akan melahirkan;

atau menulisnya lalu dikalungkan pada wanita, atau menulisnya lalu dihapus dengan air dan diminumkan kepada wanita itu atau dibasuhkan pada perut dan farji (kemaluan)nya agar dimudahkan dalam melahirkan. ltu semua adalah batil, tidak ada dasarnya yang shahih dari Rasulullah, Akan tetapi bagi wanita yang sedang menahan rasa sakit karena melahirkan wajib berserah diri kepada Allah agar diringankan dari rasa sakit dan dibebaskan dari kesulitannya dan ini tidak bertentangan dengan ruqyah yang disyariatkan.

 

b.      Menyambut gembira dan merasa senang dengan kelahiran anak laki-laki, bukan anak perempuan.

Hal ini termasuk adat Jahiliyah yang dimusuhi Islam. Firman Allah yang berkenaan dengan mereka:

 

“Apabila seseorang dari merea diberi kabar dengan (kelahiran) anak, perempuan, hitamlah (merah padamlah) matanya, dan dia sangat marah; ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya. Apakah dia akan memeliharannya dengan menanggumg kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang telah mereka lakukan itu” (QS An Nahl : 58-59).

 

Mungkin ada sebagian orang bodoh yang bersikap berlebihan dalam hal ini dan memarahi isterinya karena tidak melahirkan kecuali anak perempuan. Mungkin pula menceraikan isterinya karena hal itu, padahal kalau dia menggunakan akalnya, semuanya berada di tangan Allah ‘Azza wa lalla. Dialah yang memberi dan menolak. Firman-Nya:

 

Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan kepada siapa yang dia kehendaki-Nya, dan dia menjadikan Mandul siapa yang Dia kehendaki…” (QS Asy Syura :49-50).

 

c.       Menamai anak dengan nama yang tidak pantas.

Misalnya, nama yang bermakna jelek, atau nama orang-orang yang menyimpang seperti penyanyi atau tokoh kafir. Padahal menamai anak dengan nama yang baik merupakan hak anak yang wajib atas walinya.

Termasuk kesalahan yang berkaitan dengan pemberian nama, yaitu ditangguhkan sampai setelah seminggu.

 

d.      Tidak menyembelih aqiqah untuk anak padahal mampu melakukannya.

Aqiqah merupakan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, dan mengikuti tuntunan beliau adalah sumber segala kebaikan.

 

e.      Tidak menetapi jumlah bilangan yang ditentukan untuk aqiqah.

Ada yang mengundang untuk acara aqiqah semua kenalannya dengan menyembelih 20 ekor kambing, ini merupakan tindakan berlebihan yang tidak disyariatkan. Ada pula yang kurang dari jumlah bilangan yang ditentukan, dengan menyembelih hanya seekor kambing untuk anak laki-laki, inipun menyalahi yang disyariatkan. Maka hendaklah kita menetapi sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wasalam tanpa menambah ataupun mengurangi.

 

f.        Menunda khitan setelah akil baligh.

Tradisi ini dulu terjadi pada beberapa suku, seorang anak dikhitan sebelum kawin dengan cara yang biadab di hadapan orang banyak. Itulah sebagian kesalahan, dan masih banyak lainnya.

D. PADA USIA 6 TAHUN PERTAMA

Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.)

Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini. Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orang tua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:

 

a.      Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orang tua, terutama ibu.

Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cinta kasih ini, maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. “Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak.” (Muhammad Quthub, Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.)

Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.

 

 

b.      Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.

Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu- waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini.

Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.

 

c.       Hendaklah kedua orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.

Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. “Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak.

Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran pula, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran pula, segala yang dilihat atau didengar di sekitarnya.” (Ibid.)

d.      Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.

Antara lain: (Silahkan lihat Ahmad Iuuddin Al Bayanuni, MinhajAt Tarbiyah Ash Shalihah).

-          Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.

-          Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.

-          Dilarang tidur tertelungkup dan dibiasakan ·tidur dengan miring ke kanan.

-          Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.

-          Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.

-          Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.

-          Dilarang bermain dengan hidungnya.

-          Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.

-          Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.

-          Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.

-          Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.

-          Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.

-          Dibiasakan kebersihan mulut dengan menggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.

-          Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.

-          Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.

-          Dibiasakan membaca “Alhamdulillah” jika bersin, dan mengatakan

-          Yarhamukallah” kepada orang yang bersin jika membaca “Alhamdulillah”.

-          Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.

-          Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.

-          Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak).

-          Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.

-          Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan.

-          Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.

-          Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan “Assalamu ‘Alaikum” serta membalas salam orang yang mengucapkannya.

-          Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.

-          Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.

-          Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.

-          Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.

-          Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.

-          Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.

-          Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.

 

E. PADA USIA REMAJA

Peranan keluarga sangat besar dalam membina akhlak remaja dan mengantarkan kearah kematangan dan kedewasaan, sehingga remaja dapat mengendalikan dirinya, menyelesaikan persoalannya dan menghadapi tantangan hidupnya. Untuk membina akhlak tersebut, maka orang tua perlu menerapkan disiplin dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Disiplin yang ditanamkan orang tua merupakan modal dasar yang sangat penting bagi remaja untuk menghadapi berbagai macam pesoalan pada masa remaja.

Peranan keluarga (orang tua) dalam membina akhlak remaja antara lain dapat dilakukan dengan cara :

 

a.      Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT,

Dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana yang diperintahkan dalam ajaran agama Islam. Dalam hal ini orang tua harus menjadi contoh yang baik dengan memberikan bimbingan, arahan, serta pengawasan sehingga dengan kondisi seperti ini remaja.

 

b.      Meningkatkan interaksi melalui komunikasi dua arah.

Orang tua dalam hal ini dituntut untuk dapat berperan sebagai motivator dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang positif yang dimiliki remaja sehingga perilaku atau akhlak remaja tidak menyimpang dari norma-norma baik norma agama, norma hukum maupun norma kesusilaan.

 

c.       Meningkatkan disiplin dalam berbagai bidang kehidupan.

Orang tua dalam melaksanakan seluruh fungsi keluarganya baik fungsi agama, fungsi pendidikan, fungsi keamanan, fungsi ekonomi maupun fungsi sosial harus dilandasi dengan penanaman disiplin yang terkendali agar dapat mengendalikan akhlak atau perilaku remaja.

 

 

3. KESIMPULAN

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Sistem pendidikan islam, tidak mengurung dirinya pada batas-batas yang sempit itu dan tidak hanya berusaha membentuk “nasionalis sejati“ akan tetapi berusaha untuk mewujudkan suatu tujuan yang lebih besar dan menyeluruh, yaitu membentuk “manusia sejati”. Sedangkan Sistem pendidikan buatan manusia, pada umumnya bermuara dalam suatu tujuan pendidikan yaitu membentuk “nasionalisme sejati“.

Pendidikan islam menetapkan ciri-ciri manusia secara cermat dan jelas, serta menggaris strategi yang dapat mengantarkan mereka untuk mencapai tujuan itu.

 

A. KELUARGA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Keluarga memiliki fungsi dan peranan yang signifikan dalam menentukan nasib suatu bangsa. Allah menegaskan bahwa kerugian terbesar pada hari kiamat nanti adalah ketika kita kehilangan keluarga yang kita sayangi. Allah berfirman :

 

Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam Keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. dan orang-orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah, Sesungguhnya orang- orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal. (QS Asy Syuura: 45).

 

            Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh orang tua sebagai konsep dasar apabila kita tidak ingin kehilangan keluarga kelak di akhirat.

a.       Menanamkan nilai-nilai ketauhidan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

b.      Menanamkan kebiasaan untuk saling menasihati.

c.       Memperbanyak doa kepada Allah memohon kebaikan dan keberkahan dalam keluarga.

 

 

 

B. PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga dalam Islam memiliki dua fungsi yakni fungsi internal dan fungsi ekstenal. Fungsi internal keluarga yakni interaksi antar anggota keluarga (suami, istri dan anak) yang saling sayang menyayangi dengan motivasi ruhiyah/ ibadah. Selain itu mereka berusaha untuk meraih kebahagian dan kesejahteraan dalam keluarga. Sedangkan fungsi eksternal keluarga adalah Setiap anggota keluarga memiliki tanggung jawab terhadap bangunan masyarakat yang kuat dan lurus (Islami), karena keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Setiap anggota keluarga bahu-mambahu untuk memainkan peranan turut membangun masyarakat yang bahagia dan sejahtera dalam naungan sistem yang lurus (Islam).

 

C. TUJUAN PENDIDIKAN YANG BERDASAR ISLAM PADA KELUARGA (Anak)

Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan pertama dan terutama bagi anak. Pendidikan di keluarga bertujuan agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan anaknya, yaitu jasmani, akal dan rohani. Tujuan lain ialah membantu sekolah/lembaga kursus dalam mengembangkan pribadi anak didiknya. Yang bertindak sebagai pendidik dalam pendidikan dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu serta semua orang yang merasa bertanggung jawab terhadap perkembangan anak itu seperti kakek, nenek, paman, bibi dan kakak. Namun yang terpenting adalah ayah dan ibu.

 

 

PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP ANAK

Sebagai orang tua yang baik dan memahami tentang islam, maka perhatian orang tua terhadap anak dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini:

 

A. SEBELUM LAHIR

Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya.

a.      Memilih isteri yang shalehah.

b.      Hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya.

c.       Mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga kita.

 

B. KETIKA DALAM KANDUNGAN

Hal- hal yang dapat dilakukan oleh seorang ibu ketika mengandung antara lain.

a.      Ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya.

b.      Berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah.

c.       Memenuhi gizi.

 

C. SETELAH LAHIR

Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitarnya melakukan hal-hal berikut:

a.      Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.

b.      Menyerukan adzan di telinga bayi.

c.       Tahnik (Mengolesi langit- langit mulut)

d.      Memberi nama.

e.      Aqiqah.

f.        Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya.

g.      Khitan.

 

Inilah beberapa etika terpenting yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh orang tua atau pada saat- saat pertama dari kelahiran anak. Namun, di sana ada beberapa kesalahan yang harus dihindari oleh keluarga dalam memperlakukan anak pada saat menunggu kedatangannya. Secara singkat, antara lain:

a.      Membacakan ayat tertentu dari Al Qur’an untuk wanita yang akan melahirkan; atau menulisnya lalu dikalungkan pada wanita, atau menulisnya lalu dihapus dengan air dan diminumkan kepada wanita itu atau dibasuhkan pada perut dan farji (kemaluan)nya agar dimudahkan dalam melahirkan.

b.      Menyambut gembira dan merasa senang dengan kelahiran anak laki-laki, bukan anak perempuan.

c.       Menamai anak dengan nama yang tidak pantas.

d.      Tidak menyembelih aqiqah untuk anak padahal mampu melakukannya.

e.      Tidak menetapi jumlah bilangan yang ditentukan untuk aqiqah.

f.        Menunda khitan setelah akil baligh.

 

D. PADA USIA 6 TAHUN PERTAMA

Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orang tua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:

a.      Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orang tua, terutama ibu.

b.      Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.

c.       Hendaklah kedua orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.

d.      Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.

 

E. PADA USIA REMAJA

Peranan keluarga (orang tua) dalam membina akhlak remaja antara lain:

a.      Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT,

b.      Meningkatkan interaksi melalui komunikasi dua arah.

c.       Meningkatkan disiplin dalam berbagai bidang kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

 

Awwad, Jaudah Muhammad. 1995. Mendidik Anak Secara Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Ibrahim, Abdullah Mun’in. 2005. Mendidik Anak Perempuan. Jakarta: Gema Insani Press.

Kumadin, Amir, SF. 2007. Filosof Cilik Bertanya Tentang Islam. Jakarta: Intuisi Press.

Mufidah Ch. 2008. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN- Malang Press.

http://abumuadz.wordpress.com/pendidikan-anak-dalam-islam/

http://duniaonline.dikti.net/SEO%20optimation/pendidikan/Strategi Pelaksanaan Pendidikan Agama Pada Anak Dalam Keluarga.html

http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/06/ilmu-pendidikan-dalam-perspektif-islam.html

http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/06/peran-orang-tua-dalam-mengembangkan.html

http://irfansp.blogspot.com/2009/07/peran-keluarga-dalam-islam.html

http://meetabied.wordpress.com/2009/10/30/tujuan-pendidikan-agama-islam/

http://nyongandikahendra.blogspot.com/2009/05/pendidikan-islam.html

http://www.uniga.ac.id/cetak.php?id=51

 

0 komentar:

Posting Komentar