Jumat, 25 Desember 2009

Model-Model Pembelajaran Inovatif

Model-Model

Pembelajaran

Inovatif

Oleh :

MUHAMMAD NURUDDIN

071644036

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2009


MODEL PEMBELAJARAN

Pembelajaran Kontekstual

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan content mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara penegtahuan dan penerapannya dalam kehidupan nyata (Blanchard, 2001). Pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru penerapan pembelajaran kontekstual di kelas – kelas amerika pertama kali disulkan oleh John Dewey. Pada tahun 1916 John Dewey mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pengajaran. Yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa untuk menguatkan siswa, memperluas, dan menerapkan pengatahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam memecahka masalah di dunia nyata (University of Washington, 2001).

Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah – masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, siswa, dan tenaga kerja (University of Washington, 2001). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya(Blanchard, 2001). CTL menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan, dan penyintesisan informasi dan kata dari berbagai sumber dan pandangan.

Teori belajar yang mendasari pembelajaran kontekstual antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Kontruktivisme Berbasis Pengetahuan - Baik instruksi langsung maupun kegiatan kontruktivis dapat sesuai dan efektif di dalam pencapaian tujuan belajar siswa.
  2. Pembelajaran Berbasis Usaha/ Teori Pertumbuhan Kecerdasan – Peningkatan usaha seseorang untuk menghasilkan peningkatan kemampuan. Teori berlawanan dengan gagasan bahwa kecerdasan seseorang dapat di ubah.
  3. Sosialisasi – Anak- anak mempelajari standar, nilai- nilai, dan pengetahuan kemasyarakatan dengan mengajukan pertanyaan dan menerima tantangan untuk menemukan solusi yang tidak segera terlihat. Belajar adalah suatu proses sosial, oleh karenanya factor sosial dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pengajaran.
  4. Pembelajaran Situasi – pengetahuan dan belajar dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks sosial.
  5. Pembelajaran Distribusi – pengetahuan mungkin dipandang sebagai pendistribusian dan penyebaran individu, orang lain, dan berbagai benda dan bukan semata- mata sebagai suatu kekayaan individual.

The Northwest regional Educational laboratory USA mengidentifikasi adanya enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual seperti berikut ini.

  1. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi, dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa di dalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan tekait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran, jika mereka merasa berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya di masa mendatang. Prinsip ini sejalan dengan pembelajaran bermakna dari Ausubel.
  2. Penerapan pengetahuan: adalah kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi di masa sekarang atau masa depan.
  3. Berpikir tingkat tinggi: siswa diwajibkan untuk memanfaatkan pola berpikir kritis dan kreatifnya dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah.
  4. Kurikulum diajarkan berdasar standar: isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar local, provinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia nyata.
  5. Responsif terhadap budaya: guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman pendidik dan masyarakat temapat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok akan mempengaruhi pembelajaran dan cara mengajar guru.
  6. Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya.

Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung banyak diilhami oleh teori belajar sosial yang juga sering disebut belajar melalui observasi. Dalam bukunya, arends menyebutnya sebagai teori pemodelan tingkah laku. Tokoh lain yang menyumbang dasar pengembangan model pengajaran langsung John Dolard dan Neal Miller serta Albert Bandura yang mempercayai bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain.

Pemikiran mendasar dari model pengajaran langsung adalah bahwa siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan tingkah laku gurunya. Atas dasar pemikiran tersebut hal penting yang harus diingat dalam menerapkan model pengajaran langsung adalah menghindari menyampaikan pengetahuan yang terlalu kompleks.

Para pakar pada umumnya membedakan pengetahuan menjadi dua yaitu, pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu. Sedangkan pengetahuan procedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Supaya ungkapan tentang pengetahuan deklaratif dan procedural lebih jelas marilah kita amati sebuah neraca. Neraca apapun pasti tersusun atas bagian – bagian yang menyusunnya. Bagian – bagian tersebut meliputi dasar atau kaki neraca, lengan neraca, piring neraca dan bagian- bagian lain. Masing- masing bagian tersbut mempunyai fungsi tertentu, yang pada akhirnya mendukung fungsi neraca tersebut. Pengetahuan tentang bagian- bagian neraca dan fungsi masing- masing bagian tersebut merupakan pengetahuan deklaratif. Neraca digunakan dengan prosedur atau langkah- langkah yang tepat, supaya memberikan hasil yang akurat, pada langkah awal menggunakan neraca kita harus “mengenolkan” neraca tersebut, atau menyeimbangkan lengan neraca secara tepat. Langkah selanjutnya adalah meletakkan anak timbangan yang massanya kita prediksi hamper sama dengan massa benda yang akan kita timbang. Selanjutnya kita meletakkan benda dan menemukan massa benda yang kita timbang tersebut. Langkah- langkah dalam menggunakan neraca tersebut merupakan pengetahuan procedural. Dalam menerapkan model pengajaran langsung hendaknya kita menyederhanakan baik pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan procedural yang akan kita sampaikan kepada siswa.

Pembelajaran Kooperatif

Pakar- pakar yang memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan model pembelajaran kooperatif adalah John Dewey dan Herbert Thelan. Menurut Dewey kelas seharusnya merupakan cerminan masyarakat yang lebih besar. Thelan telah mengembangkan prosedur yang tepat untuk membantu para siswa bekerja secara berkelompok. Tokoh lain adalah ahli sosiologi Gordon Alport yang mengingstksn kerjasama dan bekerja dalam kelompok akan memberikan hasil lebih baik . shlomo Sharan mengilhami peminat model pembelajaran kooperatif untuk membuat setting kelas dan proses pengajaran yang memenuhi tiga kondisi yaitu:

a. Adanya kontak langsung.

b. Sama- sama berperan serta dalam kerja kelompok.

c. Adanya persetujuan antar anggota dalam kelompok tentang setting kooperatif tersebut.

Hal yang penting dalam model pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerjasama dengan teman. Bahwa teman yang lebih mampu dapat menolong teman yang lemah. Dan setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Para siswa juga mendapat kesempatan untuk bersosialisasi.

Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperatif seperti tipe STAD (Student Teams Achievement Division), tipe jigsaw dan investigasi kelompok dan pendekatan structural.

a. Koopertif Tipe Student Team Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok- kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen, yang merupakan campuran tingkat prestasi, jenis kelamin, latar belakang sosial, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, kemusian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluryh anggota kelompok telah menguasai pelajaran tersebut. Selanjutnya, seluruh siswa diberi tes tentang materi tersebut. Pada saat tes, mereka tidak diperbolehkan saling membantu. Persiapan yang harus dilakukan adalah:

  1. perangkat pembelajaran.
  2. membentuk kelompok kooperatif.
  3. menetukan skor awal.
  4. pengaturan tempat duduk.
  5. kerja kelompok.

b. Kooperatif Tipe Jigsaw (Tim Ahli)

Langkah- langkah pembelajaran tipe Jigsaw adalah:

  1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok 4-5 orang)
  2. Materi pelajaran diberikan ke siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi- bagi menjadi beberapa sub bab.
  3. Setiap anggita kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.
  4. Anggota dari kelompok lain yang mempelajari sub bab yang sama bertemu (disebut kelompok ahli) untuk mendiskusikannya.
  5. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya (kelompok asal) bertugas mengajar teman- temannya.

c. Kooperatif Tipe Think Pair Share

Strategi think pair share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Langkah- langkah TPS adalah sebagai berikut.

1. Berpikir (Thingking)

Guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri.

2. Berpasangan (Pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka pelajari. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban.

3. Berbagi (Sharing)

Guru meminta pasangan- pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.

Pengajaran Berdasarkan Masalah

Model pengajaran berdasarkan masalah lebih kompleks dibandingkan dua model yang telah diuraikan sebelumnya. Model pengajaran berdasarkan masalah mempunyai ciri umum yaitu menyajikan kepada siswa tentang masalah yang autentik dan bermakna yang akan memberi kemudahan kepada para siswa siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model ini juga mempunyai beberapa cirri khusus yaitu adanya pengajuan pertanyaan atau masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, menghasilkan produk atau karya dan memamerkan produk tersebut serta adanya kerjasama. Masalah autentik adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari- hari dan bermanfaat langsung jika ditemukan penyelesaiannya. Sebagai contoh masalah autentik adalah “bagaimanakah kita dapat memperbanyak bibit bunga mawar dalam waktu yang singkat supaya dapat memenuhi permintaan pasar” Apabila pemecahan terhadap masalah ini ditemukan, maka akan memberikan keuntungan secara ekonomis. Masalah seperti “bagaimanakah kandungan klorofil daun pada tumbuh- tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tingkat intensitas cahayanya berbeda” merupakan masalah akademis yang apabila ditemukan jawabannya belum dapat memberi manfaat praktis secara langsung.

Apabila anda melihat seekor ikan yang berenang di akuarium, maka apakah masalah autentik dan masalah akademik yang dapat dirumuskan dari pengamatan ikan tersebut. Masalah autentik yang muncul dapat meliputi, bagaimanakah komposisi ransom pakan ikan supaya menghasilkan pertumbuhan badan ikan yang maksimal, atau bagaimanakah ransum pakan yang menghasilkan warna tubuh ikan yang lebih cerah sehingga ikan tersebut lebih mahal jika dijual. Adapun masalah akademik yang muncul meliputi bagaimanakah pengaruh suhu air terhadap kecepatan membuka dan menutupnya insang pada ikan, bagaimanakah pengaruh adanya zat polutan terhadap kecepatan motilitas ikan dan masalah- masalah lain yang tidak langsung bermanfaat dalam kehidupan sehari- hari.

Masalah autentik juga sangat menarik minat siswa sebagai subyek belajar, karena terkait dengan kehidupan mereka sehari- hari dan bermanfaat bagi dirinya. Dengan mengangkat masalah- masalah autentik ke dalam kelas, maka pembelajaran akan lebih bermakna.

Adapun landasan teoritik dan empiric model pengajaran berdasarkan masalah adalah gagasan dan ide- ide para ahli seperti Dewey dengan kelas demokratisnya, Piaget yang berpendapat bahwa adanya rasa ingin tahu pada anak akan memotivasi anak untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati, Vygotsky yang merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme yang merupakan konsep yang dianut dalam model pengajaran berdasarkan masalah.

Pembelajaran Inkuiri atau Belajar Melalui Penemuan

Para siswa dapat belajar menggunakan cara berpikir dan cara bekerja para ilmuwan dalam menemukan sesuatu. Tokoh- tokoh dalam belajar melalui penemuan ini antara lain adalah Bruner, yang merupakan pelopor pemeblajaran penemuan. Pembelajaran penemuan merupakan suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya akan terjadi melalui penemuan pribadi. Tokoh lain adalah Richard Suchman yang mengembangkan suatu pendekatan yang disebut latihan inkuiri. Dengan pengajaran ini guru menyajikan kepada siswa suatu teka- teki atau kejadian- kejadian yang menimbulkan konflik kognitif dan rasa ingin tahu siswa sehingga merangsang mereka melakukan penyelidikan.

Model Ome – Ake

Nama model ini diambil dari singkatan kata- kata kunci pada sintaks yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu orientasi, model, eksplorasi, analisis, komunikasi, dan evaluasi. Model ini dikembangkan oleh Yulianto, dkk (2008), terutama untuk pembelajaran Bahasa Indonesia. Namun, pada kenyataanya model ini dapat pula digunakan untuk pembelajaran terpadu di kelas rendah atau untuk pembelajaran mata pelajaran lainnya.

Model Ome- Ake ini terutama didasarkan pada pembelajaran kontekstual. Ada tujuh prinsip pengembangan model ini, yakni:

  1. Berpusat pada siswa.
  2. Berdasarkan masalah.
  3. Terintegrasi.
  4. Berorientasi masyarakat.
  5. Menawarkan pilihan.
  6. Sistematis.
  7. Berkelanjutan.

Prinsip berpusat pada siswa menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang secara aktif membangun pemahaman dengan jalan merangkai pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru yang ditemukan. Sebagai subjek, siswa diposisikan sebagai pusat kegiatan pembelajaran dalam arti sebagai pemegang sentral kemudi pembelajaran. Guru berposisi sebagai motivator, fasilitator, pendukung, dan pendamping siswa dalam belajar.

Dalam prinsip berdasarkan masalah, kegiatan pembelajaran dimulai dari masalah- masalah nyata dalam kehidupan sehari yang actual, otentik, relevan, dan bermakna bagi siswa. Dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah, siswa belajar suatu konsep/ teori dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian, sekurang- kurangnya ada dua hasil belajar yang dicapai, yaitu jawaban terhadap masalah (produk) dan cara memecahkan masalah (proses). Dalam hal ini kemampuan memecahkan merupakan hal yang penting yang bermakna bagi siswa dan bukan sekedar akumulasi pengetahuan dan teori karena merupakan cermin perkembangan kemampuan menyikapi masalah secara fleksibel (suatu strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tidak terduga dan mampu menghasilkan solusi bermakna).

Prinsip terintregasi didasarkan pada pemikiran bahwa pemeblajaran kan utuh dan bermakna bila ada hubungan antar disiplin ilmu dan pengembangan berbagai aspek hasil belajar. Sebagai contoh, pada saat siswa belajar aspek akademik, kepadanya juga dikembangkan aspek- aspek lainnya yang relevan, seperti aspek sosial dan sikap. Dalam prinsip ini bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi (Depdiknas, 2005).

Prinsip berorientasi masyarakat diarahkan kepada upaya agar dalam pembelajaran siswa dikondisikan untuk dapat mengimplementasikan apa yang dipelajari didalam kelas ke dalam konteks masyarakat atau kebalikannya, yakni mengambil masalah- masalah yang ada di masyarakat sebagai “bahan kajian” dalam pembelajaran di kelas.

Prinsip menawarkan pilihan dimaksudkan untuk memberikan perhatian pada keragaman karakteristik siswa, baik dari segi potensi akademik, gaya belajar, kecepatan belajar, kemampuan berkomunikasi, kondisi daerah, maupun jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya, dan adapt istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Hal itu tidak disikapi secara “sama rata”, tetapi secara variatif. Atas dasar itu, pembelajaran tidak dirancang dan direalisasikan sesuai dengan keinginan guru, tetapi keinginan siswa. Pada satu sisi, kepada siswa ditawarkan banyak pilihan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan belajarnya, pada sisi lain tanggung jawab untuk belajar ditingkatkan melalui pemberian arahan dan motivasi konstruktif.

Sistematis mengacu pada prinsip umum pembelajaran, yakni bahwa kegiatan pembelajaran dimulai dari kegiatan perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan yang terakhir penilaian. Kegiatan perencanaan yang biasa disebut dengan penyusunan rancangan pembelajaran secara umum mencakup:

  1. Penyusunan scenario pembelajaran.
  2. Penetapan materi pelajaran.
  3. Penetapan media atau alat belajar.
  4. Perancangan bentuk tugas dan evaluasi pembelajaran.
  5. Perancangan pengorganisasian kelas.

Kegiatan pelaksanaan yang berisi kegiatan- kegiatan yang sebelumnya telah dirancang pada tahap perencanaan pembelajaran mencakup:

  1. Penyampaian materi pembelajaran.
  2. Penggunaan media atau alat belajar.
  3. Pemberian tugas dan evaluasi pembelajaran.
  4. Pengorganisasian kelas.

Kegiatan penilaian berisi kegiatan penilaian proses dan hasil pembelajaran. Penilaian proses digunakan untuk mengukur seberapa tinggi kinerja pembelajaran. Dengan kata lain, penilaian proses digunakan untuk mengukur baik buruknya proses pembelajaran. Berbeda dengan penilaian proses , penilaian hasil pembelajaran digunakan untuk mengukur seberapa tinggi penguasaan materi pembelajaran siswa. Kedua jenis penilaiantersebut dilakukan agar tercipta evaluasi sinergis yang dapat menggambarkan realitas pembelajaran secara utuh.

Prinsip berkelanjutan tampak pada direalisasikannya secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat kematangan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Kepada siswa dengan tingkat kematangan kognitif, afektif, dan psikomotorik rendah diajarkan materi yang sederhana dengan metode pembelajaran yang juga sederhana, misalnya guru menggunakan simplifikasi pengulangan- pengulangan. Kepada siswa dengan tingkat kematangan kognitif, afektif, dan psikomotorik agak tinggi, diajarkan materi yang agak kompleks dengan metode pembelajaran yang juga kompleks. Kepada siswa dengan tingkat kematangan kognitif, afektif, dan psikomotorik tinggi, diajarkan materi yang kompleks dengan metode pembelajaran yang juga kompleks. Hal tersebut dilakukan secara berkelanjutan dan berjenjang sehingga antar materi dan antar metode pembelajaran tidak menampakkan lompatan kompleksitas.

Seperti yang telah dipaparkan didepan bahwa pembelajaran Ome- Ake ini mendasarkan pada pembelajarn kontekstual (CTL). Oleh karena itu, komponen pembelajaran CTL, yang meliputi konstruktivisme, modeling, masyarakat belajar, inkuiri, bertanya, penilaian autentik, dan refleksi, juga digunakan dalam model ini. Asumsi yang mendasari model ini adalah sebagai berikut:

a. Siswa belajar melalui pengamatan selektif terhadap perilaku yang menyenangkan.

b. Siswa belajar aktif merangkai pengalaman untuk membangun pengetahuannya (teori belajar bahasa fungsional).

c. Dalam belajar, siswa tidak dapat melepaskan diri dari konteks (budaya, lengkungan, kehidupan sosial) temoat dan waktu mereka belajar.

d. Siswa adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial.

e. Belajar merupakan proses individual dan sekaligus proses sosial.

f. Belajar bukan sekedar kerja otak, melainkan kerja beragam indra.

g. Belajar lebih efektif jika siswa dalam keadaan senang.

h. Belajar terjadi secara terus- menerus.

i. Sebagian besar aspek dalam belajar (bahasa) adalah ketrampilan berbahasa, karenanya pemodelan menjadi langkah penting dalam pembelajaran (bahasa).

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Bagus,. :) btw untuk model OME AKE baca literaturnya dibuku apa ya?...
makasih

nurfa mengatakan...

artikelnya menarik. klo mw beli buku tentang metode OME-AKE dimana ya...? saya udah cari di daerah Palembang tp gc ktemu..?

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar