E. PRINSIP, METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pembelajaran kontekstual dalam pelaksanakannya didasarkan pada lima prinsip yaitu “keterkaitan atau relevansi (relating), pengalaman langsung (experiencing), penerapan atau aplikasi (applying), kerjasama (cooperating), alih pengetahuan (transferring)” (Gafur, 2003 : 3). Kelima prinsip tersebut, masing-masing memiliki teknik yang berbeda. Oleh sebab itu, pembel;ajaran akan berlangsung secara veriatif, kreatif, aktif dan rekreatif. Uraian masing-masing prinsip dan teknik tersebut sebagai berikut .
1). Prinsip Keterkaitan, Relevansi (Relating)
Pembelajaran kontekstual hendaknya senantiasa memperhatikan adanya keterkaitan atau kesesuaian antara pengetahuan, keterampilan bakat, dan minat yang telah dimiliki siswa dengan unsure-unsur pembelajaran yang dipersiapkan oleh guru (media, materi, alat bantu dll). Di samping itu, keterkaitan kedua hal tersebut di atas harus pula memiliki keterkaitan dengan konteks sosial dalam kehidupan nyata . hal ini sejalan dengan prinsip keterkaitan relevansi (relating) sebagai berikut.
Pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa , relevansi antar internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari dalam kehidupan masyarakat (Gafur, 2003:3)
Berdasarkan konsep di atas, ada tiga faktor yang harus dikaitkan dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual yaitu factor internal, eksternal, dan lingkungan kehidupan nyata.
Penggunaan prinsip keterkaitan atau relevansi dalam pembelajaran dapat dicontohkan sebagai berikut.
Pelajaran pengubinan pada pelajaran matematika sangat berguna jika seorang siswa ingin menjadi pengusaha tegel atau interior designer. Pelajaran sosiologi sosiatri, hokum adat, antropologi budaya berguna bagi siswa yang akan bekerja sebagai polisi, hakim, jaksa, dan LSM ( Gafur, 2003:2)
Dengan memperhatikan contoh tersebut, guru dapat mengembangkan prinsip keterkaitan pada materi pembelajaran yang lain dengan factor internal, eksternal, dan lingkungan kehidupan dalam konteks sosial yang lebih luas. Misalnya pelajaran “mengarang” pada pelajaran Bahasa Indonesia, sangat bermanfaat bagi siswa yang ingin menjadi seorang penulis buku atau pengarang buku, jurnalistik. Demikian pula pelajaran bermain peran atau drama, sangat berguna bagi siswa yang ingin terjun ke dunia acting. Masih banyak contoh yang lain, guru dapat mengembangkannya sendiri.
2). Prinsip Pengalaman Langsung (Experiencing)
Untuk memberikan dan menambahkan penguatan pemahaman serta pemaknaan siswa terhadap materi pembelajaran, dalam pembelajaran konstekstual, guru harus memperhatikan, memahami, dan melaksanakan prinsip pemgalaman langsung. Bahkan pengalaman langsung atau experiencing merupakan“ jantung pembelajaran kontekstual“ (Gafur, 2003: 2 ). Pemberian pengalaman langsung kepada siswas dapat melalui kegiatan “eksplorasi (perluasan), discovary ( penemuan ), inventory (pendaftaran), investigasi ( penyelidikan ), penelitian dll“ (Gafur, 2003:2). Kecepatan, ketepatan, dan kecdermatan dalam memperoleh hasil belajar akan tercapai, manakala siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memanipuali peralatan, memanfaatkan sumber dan media belajar, serta melakukan dan mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk memudahkan dan memperlancar kegiatan pembelajaran diperlukan metode yang tepat dan media yang memadai. Metode yang dapat digunakan antara lain inquiri (penemuan), ekspositori (penjelasan), konstruksi (membangun), induktif (penyimpulan ), tugas, percobaan (eksperimen). Media yang dapat digunakan misalnya media cetak (buku teks, majalah, surat kabar), media elektronik (audo,video), dan media lingkungan social serta lingkungan alam sekitar. Uraian singkat dari beberapa metode tersebut serta teknik pembelajarannya sebagai berikut.
(1) Metode Inquiri (Inquiry)
Inquiri pada dasarnya merupakan sebuah metode yang mendorong dan mengarahkan siswa untuk melibatkan diri belajar secara aktif. Teknik yang dapat digunakan dalam metode ini antara lain pengumpulan data (pengamatan), pencatatan dan penafsiran data, pengambilan simpulan. Simpulan ini merupakan hasil belajar yang diperoleh siswa yang bentuknya dapat berupa konsep, prinsip, kaidah atau uraian sesuatu benda atau peristiwa. Dalam perkembangan selanjutnya, teknik pembelajaran yang mendukung metode Inquiri yaitu “ceramah, tugas, tanya jawab, diskusi, resitasi, (hafalan), pemberian ulasan, merangkum” (Mulyasa, 2002:235). Teknik yang lain dapat dikembangkan sendiri oleh guru termasuk memadukan dengan metode yang lain yang saling saling mendukung.
(2) Metode Ekspositori (Expository)
Metode Ekspositori merupakan sebuah metode yang berusaha untuk memberikan kejelasan sesuatu atau suatu peristiwa yang sedang sedang dipelajari oleh siswa. Teknik yang dapat digunakan dalam metode ini misalnya ceramah, ulasan, demontrasi, uji coba, dan pengulangan (review). Teknik yang lain dapat dikembangkan sendiri oleh guru sesuai dengan kebutuan
(3) Metode Kontruktivisme
Metode Kontruktivisme pada prinsipnya sebuah prosedur pembelajaran yang berusaha membangun pengetahuan pada diri siswa dari sejumlah informasasi dan peristiwa (materi pelajaran). Pengubahaninformasi menjadi pengetahuan , terjadi melalui kegiatan “interprestasi” yang selanjutnya disebut “meaningful learning”. Interprestasi itu sendiri adalah “suatu proses berpikir yang singkat dan cepat yang terjadi dalam otak” (Mulyasa, 2002:238). Interprestasi merupakan proses awal pemerolehan pengetahuan melalui kegiatan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih berarti atau bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai dengan konsep dasar meaningful learning yaitu “pembelajaran yang mengajak siswa berpikir dan memahami materi pembelajaran, bukan sekedar mendengar, menerima, melihat, dan meningat-ingat” (Mulyasa, 2002:240). Teknik yang dapat digunakan di antaranya pemunculan masalah, diskusi, debat, negoisasi (pertukaran pikiran), kolaborasi (penyamaan konsep).
(4) Metode Induktif
Metode Induktif pada prinsipnya merupakan pola berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum. Dalam pandangan yang sama Induktif merupakan prosedur berpikir yang bersifat induksi yaitu “metode pemikiran yang bertolak dari kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus untuk menentukan hukum (kaidah) yang umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah khusus” (Depdiknas, 2001:431). Teknik yang dapat dikembangakan dalam metode ini misalnya observasi (pengamatan), analisis (penyelidikan), komparasi (perbandingan, dan sintesis (penyimpulan).
Dalam penerapan prinsip experiencing, guru dapat mengembangkan metode yang lain sesuai dengan kebutuhan.
3) Prinsip Aplikasi (Applying)
Salah satu indikator empiris bahwa siswa telah memahami sejumlah pengetahuan, di antaranya siswa mampu menerapkan, mengkomunikasikan serta mampu memanfaatkan dalam situasi yang berbeda (dari situasi pembelajaran ke situasi kehidupan nyata). Penerapan prinsip aplikasi merupakan salah satu pembelajaran tingkat tinggi. Dalam hal ini, siswa tidak hanya memiliki pengetahuan secara abstrak di alam pikiran namun mereka juga memiliki pengetahuan secara konkrit di alam nyata. Melalui pembelajaran aplikasi (penerapan), kepercayaan diri siswa akan tumbuh sehingga mereka terdorong untuk memikirkan karir dan profesi yang diminati. Dalam asumsi yang sama prinsip aplikasi (applying) yaitu :
Kemampuan suntuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan (use) fakta, konsep, prinsip atau prosedur atau pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk penggunaan (use) ( Merrill & Reigeluth dalam Gafur, 2003:3).
Dalam pembelajaran kontekstaul, penerapan prinsip ini lebih berorientasi pada dunia kerja. Pada tataran yang lebih luas, pembelajaran dapat pula diarahkan pada situasi-situasi sosial yang ada dalam kehidupan di masyarakat. Dalam pembelajaran di kelas, guru dapat menggunakan berbagi media belajar seperti : buku teks, kliping, video, laboratorium. Pembelajaran akan lebih bermakna dengan dilengkapi dengan pengalaman langsung dalam kehidupan nyata. Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran prinsip ini antara lain observasi, karyawisata, dan eksperimen. Teknik-teknik pembelajaran yang dapat digunakan misalnya mengamati dan mencatat prinsip-prinsip kerja dan berbagai pesawat kerja dalam sebuah perusahaan, praktek kerja lapangan, magang (internship). Guru dapat mengembangkan metode dan teknik pembelajaran yang lain sesuai dengan kebutuhan dan prinsip di atas.
4). Prinsip Kerjasama (Cooperating)
Penerapan prinsip kerjasama dalam pembelajaran kontekstual, tidak hanya membantu para siswa dalam upaya menguasai materi pembelajaran tetapi juga memberikan wawasan kepada mereka bahwa penyelesaian suatu masalah atau tugas diperlukan kerjasama dalam bentuk tim kerja. Hal ini akan menggiring pemikiran siswa bahwa dalam penyelesaian suatu masalah atau tugas dalam kehidupan yang nyata, diperlukan pula kerjasama dalam bentuk tim sehingga hasil yang dicapai akan lebih baik. Pemikiran ini akan tumbuh pada diri para siswa, apabila mereka dibekali pengalaman langsung tentang ketrjasama baik dalam proses belajar di kelas maupun di luar kelas. Metode pembelajaran yang dapat digunakan sesuai dengan prinsip ini antara lain metode eksperimen, diskusi, bermain peran, simulasi, problem solping. Teknik pembelajaran yang dapat digunakan misalnya Tanya jawab, komunikasi interaktif, dan menyusun laporan.
5). Prinsip Alih Pengetahuan ( Transferring)
Prinsip alih pengetahuan dalam pembelajaran kontekstual merupakan pengembangan dari prinsip aplikasi. Selain siswa mampu menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam situasi yang berbeda,bahkan diharapkan mampu mengembangkan dan menemukan konsep baru. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran kontekstual antara lain “ siswa mampu menerapkan materi yang telah dipelajarai untuk memecahkan masalh-masalah baru merupakan penguasaan strategi kognitif atau pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding)” (Gagne,Reigeluth & Merrill dalam Gafur,2003:3).
Metode yang dapat digunakan dalam penerapan prinsip ini di antaranya metode inquiri, metode proyek, dan metode problem solping. Teknik pembelajaran yang dapat digunakan misalnya pengamatan, eksperimen, menggolongkan, menerapkan, menarik simpulan, dan mengkomunikasikan. Metode dan teknik pemebelajran yang lain dapat dikembangkan sendiri oleh guru sesuai dengan kebutuhan. Contoh penerapan prinsip ini, siswa dapat membuat pembangkit listrik penerapan setelah mereka mengetahui dan memahami sifat-sifat air, dan mengetahui prinsip-prinsip kerja dynamo serta baling-baling. Untuk melengkapi uraian di atas, hubungan prinsip, metode, dan pembelararan kontekstual digambarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel Hubungan Prinsip, Metode, dan Teknik Pembelajaran Kontekstual
No Prinsip-prinsip CTL Metode Pembelajaran Teknik Pembelajaran
1 Keterkaitan, Relevansi (Relating) Ceramah, Observasi, Diskusi Pemberitahuan tujuan, dan manfaat materi pelajaran. Mengamati jaringan topik materi pembelajaran. Tanya jawab
2 Pengalaman Langsung (Experiencing) Inquiri, Ekspositri, Kontruktivisme, Induktif, Experimen Mengamati Mengelompokkan, Membandingkan, Menyimpulkan
3 Aplikasi (Applying) Observasi Karyawisata, Eksperimen Mengamati, Mencoba, Magang
4 Kerjasama (Cooperating) Eksperimen, Diskusi, Bermain Peran, Simulasi, Problem Solping Tanya jawab, Komunikasi interaktif, Menyususn laporan
5 Alih Pengetahuan (Transferring) Inquiri, Proyek, Problem Solping Mengamati, mencoba, menggolongkan, menerapkan, Menyimpulkan, Mengkomunikasikan
F. INTEGRASI KONSEP DAN PRINSIP PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DALAM PEMBELAJARAN
Pada umunya kegiatan pembelajaran dikelompokan menjadi tiga tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Dalam pandangan yang sama kegiatan pembelajaran dikembangkan meliputi: pembelajaran pendahuluan (pre-instructional activities), memancing penampilan siswa (eliciting performance), pemberian umpan balik (providing feedback), dan kegiatan tindak lanjut (pollow up activities) berupa remedial (perbaikan) dan pengayaan (remedial and enrichment), (Gafur, 2003:5)
Uraian masing-masing komponen kegiatan pembelajaran tersebut sebagai berikut.
1) Pembelajaran Pendahuluan (Pre-instructional Activities)
Pada umumnya kegiatan pembelajaran pendahuluan atau kegiatan awal dilaksanakan dengan kegiatan apersepsi atau prates. Dalam pembelajaran kontekstual, selain melaksanakan kegiatan tersebut kegiatan pembelajaran pendahuluan dikembangkan dengan kegiatan lain yang merupakan penjabaran dari prinsip “keterkaitan” (relating).
Kegiatan ini meliputi :
pemberian tujuan, ruang lingkup materi (akan lebih baik dilengkapi peta konsep yang menggambarkan struktur atau jalinan antara materi), manfaat atau kegunaan suatu topik baik untuk keperluan sekarang maupun belajar yang akan dating, manfaat atau relefansinya untuk bekerja di kemudian hari, dll. (Gafur, 2003:6 )
Dari pembelajaran pendahuluan yang melibatkan kegiatan prates, dapat diketahui kesiapan siswa untuk menerima materi pembelajaran. Siswa yang sudah menguasai pembelajaran diperbolehkan mempelajari topik berikutnya sedangkan siswa yang belum menguasai topik pelajaran diberi pembekalan atau matri kulasi. Setelah itu, mereka diperbolehkan mempelajari topik berikutnya.
2). Penyampaian Materi Pembelajaran (Presenting Instructional Materials).
Hal yang sangat penting untuk diperkatikan oleh guru penyampaian materi pembelajaran dalam pembelajaran kontekstual hendaknya jangan terlalu banyak penyajian yang bersifat “ekspositori (ceramah, dikte), dan deduktif”. Namun sebaliknya gunakanlah sebanyak mungkin metode penyajian atau presentasi seperti inquisitory, discovery, diskusi, inventori, induktif, penelitian mandiri” (Merrill, Reigeluth, Keachie dalam Gafur, 2003:6). Penyampaian materi pembelajaran diupayakan senantiasa menantang siswa untuk dapat memperoleh “pengalaman langsung, menemukan, menyimpulkan, serta menyusun sendiri konsep yang dipelajari” (Gafur, 2003:6). Sejalan dengan konsep di atas, penyampaian materi pelajaran lebih mengarah pada prinsip pengalaman langsung, penerapan, dan kerjasama. Hal lain yang tidak kalah penting dalam pembelajaran adalah media dan alat bantu sebagai alat pemusat perhatian seperti “paduan warna, gambar, ilustrasi, penegas visual” (Gafur, 2003:6). Kaitannya dengan masalah ini guru dapat memilih dan mengembangkan sendiri media maupuin alat bantu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
3). Pemancingan Penampilan siswa (Eliciting Performance)
Siswa merupakan subjek pembelajaran, bukan objek pembelajaran. Oleh sebab itu, siswalah yang lebih banyak berperan aktif dalam pembelajaran dari pada guru. Dalam hal ini, guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu mrnyiapkan fasilitas dan kondisi pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif belajar. Untuk dapat mengaktifkan siswa dalam belajar, guru harus mampu memancing penampilan siswa (eliciting performance). Hal ini dimaksudkan untuk “ membantu siswa dalam menguasai materi atau mencapai tujuan pembelajaran melalui kegiatan latihan (exercise) dan praktikum” (Gafur, 2003:6). Berdasarkan konsep di atas, prinsip pembelajaran kontekstual yang di gunakan dalam kegiatan ini adalah penerapan dan alih pengetahuan. Dengan demikian orientasi kegiatan siswa pada kegiatan pelatihan dan penerapan konsep dan prinsip yang dipelajari dalam konteks dan situasi yang berbeda, bukan sekedar kegiatan menghapal” (Gafur, 2003:6). Contoh kegiatan dalam pembelajaran, siswa setelah mempelajari teknik menulis proposal kegiatan, selanjutnya mereka ditugasi menyusun proposal kegiatan kemping, klasmiting, bakti sosial dll. Dalam penyajian materi, siswa mempelajari proposal kegiatan karyawisata atau kegiatan lainnya.
4). Pemberian Umpan Balik (Providing Feedback)
Pada umumnya pemberian umpan balik (providing feedback) dilakukan melalui kegiatan pascates. Hasilnya kemudian di informasikan kepada siswa sebagai bahan umpan balik. Umpan balik itu sendiri diartikan yaitu” informasi yang diberikan kepada siswa mengenai kemajuan belajarnya” ( Gafur, 2003:6). Dalam prinsip pembelajaran kontekstual tidak dinyatakan secara eksplisit mengenai prinsip pembelajaran yang mengarah pada kegiatan umpan balik. Namun demikian, secara inplisit pemberian umpan balik dapat dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung baik dalam bentuk penilaian prates, penilaian proses, maupun pascates. Bahan umpan balik dapat diambil dari hasil penilaian melalui kegiatan pengamatan guru terhadap siswa dalam menerapkan prinsip-prinsip belajar kontekstual. Aspek-aspek yang dinilai antara lain keaktifan siswa, penarikan simpulan, penerapan konsep, dan kekompakan tim. Selain itu umpan balik dapat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut
Siswa diberi tugas mengerjakan soal-soal latihan, lalu diberi kunci jawaban. Dengan mengetahui kunci jawaban, mereka akan mengetahui apakah jawabannya benar atau salah. Umpan balik yang baik adalah umpan balik yang lengkap. Jika salah, siswa diberitahukan kesalahannya, mengapa salah , kemudian dibetulkan. Jika jawaban siswa benar, mereka diberi konfirmasi agar mereka mantap bahwa jawabannya benar. Agar siswa dapat menemukan sendiri jawaban yang benar, ada baiknya umpan balik diberikan tidak secara langsung (delay feedback) misalnya “jawaban yang benar anda baca lagi pada halaman 34” (Gafur, 2003:7).
Berdasarkan uraian di atas, pemberian umpan balik dapat melalui informasi hasil penilaian proses dan hasil pekerjaan siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan, tugas-tugas, baik individu maupun kelompok, serta informasi dari hasil penilaian lainnya.
5). Kegiatan Tindak Lanjut (Follow Up Activities).
Kegiatan tindak lanjut dalam pembelajaran kontekstual, merupakan pembelajaran tingkat tinggi. Hal ini dikarenakan bentuk kegiatan tindak lanjut berupa “mentransfer pengetahuan (transfering), pemberian pengayaan, dan remedial (remedial and enrichment)” (Gafur, 2003:7). Sebagaimana prinsip belajar trasfering dalam pembelajaran kontekstual, siswa akan belajar pada tataran yang lebih tinggi yakni belajar untuk dapat menemukandan mencapai strategi kognitif. Kegiatan tindak lanjut berikutnya yakni “pengayaan yang diberikan kepada siswa yang telah mencapai prestasi sama atau melebihi dari yang ditargetkan, dan remedial diberikan kepada siswa yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam mencapai target pembelajaran ayng telah ditentukan” (Gafur, 2003:7). Dengan demikian komponen pembelajaran tindak lanjut dilaksanakan dengan cara menemukan prinsip pembelajaran alih pengetahuan (transferring).
Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual dapat diintegrasikan kedalam kegiatan pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dengan bekal pengetahuan sistem pembelajaran kontekstual atau CTL ini, guru dapat dengan segera melakukan perubahan dan pengembangan sistem pembelajaran yang dapat memberikan peluang lebih banyak terhadap keberhasilan belajar siswa. Untuk melengkapi uraian di atas, berikut ini disajikan table pengintegrasian prinsip-prinsip CTL kedalam pembelajaran.
G. KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Ø Kerjasama
Ø Saling menunjang
Ø Menyenangkan, tidak membosankan
Ø Belajar dengan bergairah
Ø Pembelajaran terintegrasi
Ø Menggunakan berbagai sumber
Ø Siswa aktif
Ø Sharing dengan teman
Ø Siswa kritis guru kreatif
Ø Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
Ø Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
H. PERBEDAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN TRADISIONAL
Kontekstual
1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Tradisional
1. Menyandarkan pada hapalan
2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
I. PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya :
1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
2. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
3. Ciptakan masyarakat belajar.
4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Tujuan dari penerapan dan pendekatan pembelajaran konstektual adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai individual, anggota keluarga, anggota masyarakat dan anggota bangsa.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejumlah hasil yang diharapkan dalam penerapan pendekatan pembelajaran konstektual, diantaranya adalah :
Guru yang berwawasan.
Materi dalam pembelajaran.
Stategi metode dan teknik belajar mengajar.
Media pendidikan
Fasilitas
Proses belajar mengajar
Kancah pembelajaran
Penilaian
Suasana.
J. KESIMPULAN
Pembelajaran konstektual merupakan pendekatan belajar yang mendekatkan materi yang dipelajari oleh siswa dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Jika dilaksanakan dengan baik pembelajaran konstektual dapat meningkatkan makna pembelajaran ini pada gilirannya menimbulkan hasil belajar siswa, baik hasil belajar yang berupa kemampuan dasar maupun kemampuan fungsional. Pendekatan pembelajaran konstektual memerlukan guru yang gemar mempelajari konteks untuk dikaitkan dengan materi pelajaran yang diajarkan.
K. SARAN
Dalam pembelajaran konstekstual diperlukan guru yang berwawasan luas yang dapat mengaitkan mata pelajaran dengan kehidupan sehari-hari serta materi pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa. Strategi guru dalam proses pembelajaran kontekstual sangat menetukan keberhasilan siswanya. Guru melakukan perubahan kebiasaan dalam proses belajar mengajar, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian hasil belajarnya. Sebagai calon pendidik (guru) pembelajaran kontekstual ini sangat penting karena dapat membantu siswa untuk lebih mudah menerima materi pelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
0 komentar:
Posting Komentar