Sabtu, 26 Desember 2009

Konsep Pembelajaran Kontekstual

Teori Pembelajaran Kontekstual

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, masih terdapat sistem pembelajaran yang bersifat teoritis. Sebagian besar siswa belum dapat menangkap makna dari apa yang mereka peroleh dari pembelajaran untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa “pada umumnya siswa tidak dapat menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara pemanfaatan pengetahuan tersebut di kemudian hari“ (Gafur, 2003 : 1). Oleh sebab itu, dalam kondisi seperti ini guru atau pendidik harus mampu merancang sebuah pembelajaran yang benar-benar dapat membekali siswa baik pengetahuan secara teoritis maupun praktik. Dalam hal ini, guru harus pandai mencari dan menciptakan kondisi belajar yang memudahkan siswa dalam memahami, memaknai, dan menghubungkan materi pelajaran yang mereka pelajari. Salah satu alternatif jawaban permasalahan di atas, guru dapat memilih model pembelajaran kontekstual.

B. PEMIKIRAN TENTANG BELAJAR
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
1. Proses belajar
 Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.
 Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
 Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
 Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
 Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
 Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
 Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
 Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
 Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
 Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
 Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
 Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
 Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
 Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
 Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
 Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
 Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
 Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.


C. HAKEKAT DAN PENGERTIAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Kontekstual (contextual) berasal dari kata konteks (contex). Konteks (contex) berarti “bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian “ (Depdiknas, 2001: 591). Kontekstual (contextual) diartikan “sesuatu yang berhubungan dengan konteks (contex)” (Depdiknas, 2001 : 591). Sesuai dengan pengertian konteks maupun kontekstual tersebut, pembelajaran kontekstual (contextual learning) merupakan sebuah pembelajaran yang dapat memberikan dukungan dan penguatan pemahaman siswa dalam menyerap sejumlah materi pembelajaran serta mampu memperoleh makna dari apa yang mereka pelajari dan mampu menghubungkannya dengan kenyataan hidup sehari hari. Hal ini juga sejalan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang berasumsi sebagi berikut.
Secara alamiah proses berpikir dalam menemukan makna sesuatu itu bersifat kontekstual dalam arti ada kaitannya dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka miliki (siswa) memiliki (ingatan), pengalaman, respon ), oleh karenanya berpikir itu merupakan proses mencari hubungan untuk menemukan makna dan manfaat pengetahuan tersebut “ ( Gafur, 2003 : 1 ).
Menurut kerangka berpikir atau asumsi di atas pembelajaran kontekstual merupakan proses belajar yang menghubungkan alam pikiran (pengetahuan dan pengalaman) dengan keadaan yang sebenarnya dalam kehidupan. Jika siswa mampu menghubungkan kedua hal tersebut, pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki dari hasil belajar akan lebih bermakna dan dapat dirasakan manfaatnya. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran kontekstual pada prinsipnya sebuah pembelajaran yang berorientasi pada penekanan makna pengetahuan dan pengalaman melalui hubungan pemanfaatan dalam kehidupan yang nyata.
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.


D. ASPEK-ASPEK LINGKUNGAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Sejalan dengan pengertian pembelajaran kontekstual sebagaimana telah diuraikan di atas, keberhasilan pembelajaran kontekstual perlu didukung oleh aspek-aspek lingkungan pembelajaran yang memadai. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut antara lain “ruang kelas, laboratorium, laboratorium komputer, lapangan kerja, lingkungan sosial, lingkungan budaya, lingkungan fisik, dan lingkungan psikologis” (Gafur, 2003:2). Dengan memerhatikan hal-hal tersebut, pembelajaran kontekstual mendorong para pendidik (guru) untuk memilih atau merancang lingkungan belajar yang melibatkan sebanyak mungkin pengalaman belajar secara terpadu.
Ruang kelas atau juga disebut ruang teori, pada umumnya digunakan sebagai tempat penyampaian dan pembahasan informasi, konsep serta fakta-fakta yang berkaitan dengan pengalaman berpikir (pengetahuan). Masih ada kebiasaan pembelajaran yang masih keliru yakni siswa memperoleh pengalaman belajar dari kelas saja. Pembelajaran semacam inilah yang membentuk siswa menjadi teoritis, yaitu mereka hanya memahami ilmu pengetahuan dari sisi teori dan konsep. Dalam pembelajaran kontekstual, ruang kelas merupakan bagian media pembelajaran. Untuk membekali sisiwa agar mampu memperoleh makna dan menghubungkan pengetahuan yang mereka terima di ruang kelas dengan konteks lebih luas dan nyata, perlu didukung oleh media pembelajaran yang lain.
Media yang lain yang turut mendukung pelaksanaan pembelajaran kontekstual ialah laboratorium. Ruang dan penyediaan alat-alat laborat masih banyak yang beranggapan sebagai kendala karena memerlukan biaya yang cukup mahal. Hal ini yang masih menjadi alasan yang kuat bagi sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan yang belum memiliki laboratorium. Sebenarnya, laboratorium dapat dibuat dengan model dan alat yang sederhana, tidak harus dengan model dan alat serba mewah dan mahal. Pengadaan laboratorium yang penting dapat memfasilitasi siswa dalam memperoleh pengalaman belajar secara nyata melalui kegiatan praktik. Dalam pembelajaran kontekstual laboratorium merupakan media penghubung antara pengetahuan yang bersifat abstrak dengan pengetahuan yang bersifat riil atau nyata. Laboratorium sangat membantu siswa dalam melaksanakan kegiatan penelitian baik yang bersifat pengembangan (developmental), penemuan (explorative), maupun pengecekan kebenaran (verivikative). Kedalaman dan keluasan serta kekuatan pengalaman siswa terhadap sejumlah fakta, informasi dan pengetahuan serta konsep yang mereka terima di ruang kelas, dapat diperoleh melalui kegiatan pembelajaran di laboratorium.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembelajaran kontekstual dapat menggunakan laboratorium komputer. Melalui media ini, sedini mungkin siswa akan mengenal dan selanjutnya dapat memahami serta menggunakan media komputer dalam kehidupan sehari-hari. Guru dan para penyelenggara pendidikan sudah seharusnya mencermati, memahami dan mementingkan hal ini agar para siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kemajuan jaman. Pengetahuan dan informasi siswa tentang komputer tidak hanya teoritis atau konseptual, namun lebih jauh dari itu mereka dapat menggunakan dan memanfaatkannya. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Sisi lain media pembelajaran kontekstual yang harus diperhatikan oleh guru yakni lapangan kerja. Kaitannya dengan hal ini, ada semacam fenomena bahwa dewasa ini lembaga persekolahan identik dengan lembaga penghasil pengangguran. Kenyataan ini bahwa di lapangan (konteks sosial yang nyata), para lulusan sekolah lebih banyak yang menganggur dibandingkan dengan lulusan yang memperoleh lapangan pekerjaan. Permasalahan ini, apakah siswa kurang dibekali kecakapan hidup (life skills), atau tidak ada keseimbangan antara lapangan kerja dengan angkatan kerja. Pendidikan yang ideal mestinya dapat menghasilkan output yang siap pakai di dunia kerja atau output yang siap menciptakan lapangan kerja. Perbaikan kualitas output pendidikan tidak lepas dari perbaikan kualitas pembelajaran. Pembelajaran yang mengarah kepada pembekalan siswa dalam hal kecakapan hidup, antara lain pembelajaran kontekstual dengan melibatkan lapangan kerja sebagai media pembelajaran. Pengalaman belajar melalui media lapangan kerja, akan membangkitkan semangat belajar dan menumbuhkembangkan minat serta bakat siswa. Dengan bekal ini siswa siap memperoleh lapangan kerja atau menciptakan lapangan kerja dalam kehidupan di masyarakat.
Di samping media pembelajaran di atas media lain yang turut mendukung pembelajaran kontekstual yaitu lingkungan sosial, budaya, dan psikologis. Lingkungan sosial dijadikan media pembelajaran agar siswa memiliki bekal hidup dalam sosial atau dalam masyarakat. Dengan bekal pengetahuan ini, siswa setelah lulus atau tamat sekolah siap hidup bermayarakat. Siswa akan dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya di mana ia tinggal. Selain itu siswa juga harus dibekali dengan pengalaman budaya. Dengan bekal ini, siswa diharapkan memahami, mencintai, menghargai, dan menikmati serta memilih budaya yang menguntungkan dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, siswa tidak akan terjerumus dalam budaya yang menyesatkan.
Pengalaman lain yang harus dimiliki siswa ialah pengalaman lingkungan fisik yang menyangkut fisik secara mikro yaitu dirinya sendiri maupun secara makro (alam semesta). Pemahaman siswa yang benar terhadap dirinya dan alam semesta, akan menumbuhkan kesadaran yang tinggi untuk senantiasa, meningkatkan serta memanfaatkan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam bagi kepentingan manusia pada umumnya.
Media pembelajaran kontekstual yang tidak kalah pentingnya adalah lingkungan psikologis. Lingkungan psikologis yakni lingkungan yang berkaitan dengan kejiwaan. Pengetahuan dan pengalaman terhadap lingkungan ini, akan membantu mempercepat perubahan kematangan jiwa para siswa. Dengan bekal ini, pertumbuhan siswa baik fisik maupun psikisnya akan berkembang seimbangdan seirama. Pada akhirnya, melalui pembelajaran kontekstual yang melibatkan lingkungan psikologis, siswa akan mencapai kedewasaan lahir dan batin.
Di antara aspek-aspek lingkungan pembelajaran kontekstaul tersebut, hendaknya dirancang secara terpadu. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinanan guru dapat mencari lingkungan belajar yang lain, yang kemudian dikemas dalam sebuah model pembelajaran yang mengacu kepada konteks kehidupan yang lebih luas. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran kontekstual sebagai berikut
Dalam pembelajaran kontekstual diharapkan siswa dapat menemukan hubungan yang bermakna antara pemikiran yang abstrak dengan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata. Dalam pengalaman belajar yang demikian, fakta, konsep, prinsip, dan prosedur sebagai materi pelajaran yang diinternalisasikan melalui proses penemuan, penguatan, keterkaitan dan keterpaduan (Forgarti, 1991, Mathews dan Cleary, 1993, dalam Gafur, 2003 : 2).
Berdasarkan konsep di atas, pembelajaran kontekstaul, akan membekali para siswa agar mereka mempweroleh pengetahuan dan pengalaman secara terpadu. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran ini diharap pengetahuan dan pengalaman siswa tidak hanya bersifat teoritis maupun konseptual, tetapi lebih dari itu mereka mampu memaknainya dan memanfaatkannya dengan cara menghubungkannya dalam kehidupan nyata.


E. PRINSIP, METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pembelajaran kontekstual dalam pelaksanakannya didasarkan pada lima prinsip yaitu “keterkaitan atau relevansi (relating), pengalaman langsung (experiencing), penerapan atau aplikasi (applying), kerjasama (cooperating), alih pengetahuan (transferring)” (Gafur, 2003 : 3). Kelima prinsip tersebut, masing-masing memiliki teknik yang berbeda. Oleh sebab itu, pembel;ajaran akan berlangsung secara veriatif, kreatif, aktif dan rekreatif. Uraian masing-masing prinsip dan teknik tersebut sebagai berikut .
1). Prinsip Keterkaitan, Relevansi (Relating)
Pembelajaran kontekstual hendaknya senantiasa memperhatikan adanya keterkaitan atau kesesuaian antara pengetahuan, keterampilan bakat, dan minat yang telah dimiliki siswa dengan unsure-unsur pembelajaran yang dipersiapkan oleh guru (media, materi, alat bantu dll). Di samping itu, keterkaitan kedua hal tersebut di atas harus pula memiliki keterkaitan dengan konteks sosial dalam kehidupan nyata . hal ini sejalan dengan prinsip keterkaitan relevansi (relating) sebagai berikut.
Pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa , relevansi antar internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari dalam kehidupan masyarakat (Gafur, 2003:3)
Berdasarkan konsep di atas, ada tiga faktor yang harus dikaitkan dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual yaitu factor internal, eksternal, dan lingkungan kehidupan nyata.
Penggunaan prinsip keterkaitan atau relevansi dalam pembelajaran dapat dicontohkan sebagai berikut.
Pelajaran pengubinan pada pelajaran matematika sangat berguna jika seorang siswa ingin menjadi pengusaha tegel atau interior designer. Pelajaran sosiologi sosiatri, hokum adat, antropologi budaya berguna bagi siswa yang akan bekerja sebagai polisi, hakim, jaksa, dan LSM ( Gafur, 2003:2)
Dengan memperhatikan contoh tersebut, guru dapat mengembangkan prinsip keterkaitan pada materi pembelajaran yang lain dengan factor internal, eksternal, dan lingkungan kehidupan dalam konteks sosial yang lebih luas. Misalnya pelajaran “mengarang” pada pelajaran Bahasa Indonesia, sangat bermanfaat bagi siswa yang ingin menjadi seorang penulis buku atau pengarang buku, jurnalistik. Demikian pula pelajaran bermain peran atau drama, sangat berguna bagi siswa yang ingin terjun ke dunia acting. Masih banyak contoh yang lain, guru dapat mengembangkannya sendiri.
2). Prinsip Pengalaman Langsung (Experiencing)
Untuk memberikan dan menambahkan penguatan pemahaman serta pemaknaan siswa terhadap materi pembelajaran, dalam pembelajaran konstekstual, guru harus memperhatikan, memahami, dan melaksanakan prinsip pemgalaman langsung. Bahkan pengalaman langsung atau experiencing merupakan“ jantung pembelajaran kontekstual“ (Gafur, 2003: 2 ). Pemberian pengalaman langsung kepada siswas dapat melalui kegiatan “eksplorasi (perluasan), discovary ( penemuan ), inventory (pendaftaran), investigasi ( penyelidikan ), penelitian dll“ (Gafur, 2003:2). Kecepatan, ketepatan, dan kecdermatan dalam memperoleh hasil belajar akan tercapai, manakala siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memanipuali peralatan, memanfaatkan sumber dan media belajar, serta melakukan dan mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk memudahkan dan memperlancar kegiatan pembelajaran diperlukan metode yang tepat dan media yang memadai. Metode yang dapat digunakan antara lain inquiri (penemuan), ekspositori (penjelasan), konstruksi (membangun), induktif (penyimpulan ), tugas, percobaan (eksperimen). Media yang dapat digunakan misalnya media cetak (buku teks, majalah, surat kabar), media elektronik (audo,video), dan media lingkungan social serta lingkungan alam sekitar. Uraian singkat dari beberapa metode tersebut serta teknik pembelajarannya sebagai berikut.
(1) Metode Inquiri (Inquiry)
Inquiri pada dasarnya merupakan sebuah metode yang mendorong dan mengarahkan siswa untuk melibatkan diri belajar secara aktif. Teknik yang dapat digunakan dalam metode ini antara lain pengumpulan data (pengamatan), pencatatan dan penafsiran data, pengambilan simpulan. Simpulan ini merupakan hasil belajar yang diperoleh siswa yang bentuknya dapat berupa konsep, prinsip, kaidah atau uraian sesuatu benda atau peristiwa. Dalam perkembangan selanjutnya, teknik pembelajaran yang mendukung metode Inquiri yaitu “ceramah, tugas, tanya jawab, diskusi, resitasi, (hafalan), pemberian ulasan, merangkum” (Mulyasa, 2002:235). Teknik yang lain dapat dikembangkan sendiri oleh guru termasuk memadukan dengan metode yang lain yang saling saling mendukung.
(2) Metode Ekspositori (Expository)
Metode Ekspositori merupakan sebuah metode yang berusaha untuk memberikan kejelasan sesuatu atau suatu peristiwa yang sedang sedang dipelajari oleh siswa. Teknik yang dapat digunakan dalam metode ini misalnya ceramah, ulasan, demontrasi, uji coba, dan pengulangan (review). Teknik yang lain dapat dikembangkan sendiri oleh guru sesuai dengan kebutuan
(3) Metode Kontruktivisme
Metode Kontruktivisme pada prinsipnya sebuah prosedur pembelajaran yang berusaha membangun pengetahuan pada diri siswa dari sejumlah informasasi dan peristiwa (materi pelajaran). Pengubahaninformasi menjadi pengetahuan , terjadi melalui kegiatan “interprestasi” yang selanjutnya disebut “meaningful learning”. Interprestasi itu sendiri adalah “suatu proses berpikir yang singkat dan cepat yang terjadi dalam otak” (Mulyasa, 2002:238). Interprestasi merupakan proses awal pemerolehan pengetahuan melalui kegiatan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih berarti atau bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai dengan konsep dasar meaningful learning yaitu “pembelajaran yang mengajak siswa berpikir dan memahami materi pembelajaran, bukan sekedar mendengar, menerima, melihat, dan meningat-ingat” (Mulyasa, 2002:240). Teknik yang dapat digunakan di antaranya pemunculan masalah, diskusi, debat, negoisasi (pertukaran pikiran), kolaborasi (penyamaan konsep).
(4) Metode Induktif
Metode Induktif pada prinsipnya merupakan pola berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum. Dalam pandangan yang sama Induktif merupakan prosedur berpikir yang bersifat induksi yaitu “metode pemikiran yang bertolak dari kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus untuk menentukan hukum (kaidah) yang umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah khusus” (Depdiknas, 2001:431). Teknik yang dapat dikembangakan dalam metode ini misalnya observasi (pengamatan), analisis (penyelidikan), komparasi (perbandingan, dan sintesis (penyimpulan).
Dalam penerapan prinsip experiencing, guru dapat mengembangkan metode yang lain sesuai dengan kebutuhan.
3) Prinsip Aplikasi (Applying)
Salah satu indikator empiris bahwa siswa telah memahami sejumlah pengetahuan, di antaranya siswa mampu menerapkan, mengkomunikasikan serta mampu memanfaatkan dalam situasi yang berbeda (dari situasi pembelajaran ke situasi kehidupan nyata). Penerapan prinsip aplikasi merupakan salah satu pembelajaran tingkat tinggi. Dalam hal ini, siswa tidak hanya memiliki pengetahuan secara abstrak di alam pikiran namun mereka juga memiliki pengetahuan secara konkrit di alam nyata. Melalui pembelajaran aplikasi (penerapan), kepercayaan diri siswa akan tumbuh sehingga mereka terdorong untuk memikirkan karir dan profesi yang diminati. Dalam asumsi yang sama prinsip aplikasi (applying) yaitu :
Kemampuan suntuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain yang berbeda merupakan penggunaan (use) fakta, konsep, prinsip atau prosedur atau pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk penggunaan (use) ( Merrill & Reigeluth dalam Gafur, 2003:3).
Dalam pembelajaran kontekstaul, penerapan prinsip ini lebih berorientasi pada dunia kerja. Pada tataran yang lebih luas, pembelajaran dapat pula diarahkan pada situasi-situasi sosial yang ada dalam kehidupan di masyarakat. Dalam pembelajaran di kelas, guru dapat menggunakan berbagi media belajar seperti : buku teks, kliping, video, laboratorium. Pembelajaran akan lebih bermakna dengan dilengkapi dengan pengalaman langsung dalam kehidupan nyata. Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran prinsip ini antara lain observasi, karyawisata, dan eksperimen. Teknik-teknik pembelajaran yang dapat digunakan misalnya mengamati dan mencatat prinsip-prinsip kerja dan berbagai pesawat kerja dalam sebuah perusahaan, praktek kerja lapangan, magang (internship). Guru dapat mengembangkan metode dan teknik pembelajaran yang lain sesuai dengan kebutuhan dan prinsip di atas.
4). Prinsip Kerjasama (Cooperating)
Penerapan prinsip kerjasama dalam pembelajaran kontekstual, tidak hanya membantu para siswa dalam upaya menguasai materi pembelajaran tetapi juga memberikan wawasan kepada mereka bahwa penyelesaian suatu masalah atau tugas diperlukan kerjasama dalam bentuk tim kerja. Hal ini akan menggiring pemikiran siswa bahwa dalam penyelesaian suatu masalah atau tugas dalam kehidupan yang nyata, diperlukan pula kerjasama dalam bentuk tim sehingga hasil yang dicapai akan lebih baik. Pemikiran ini akan tumbuh pada diri para siswa, apabila mereka dibekali pengalaman langsung tentang ketrjasama baik dalam proses belajar di kelas maupun di luar kelas. Metode pembelajaran yang dapat digunakan sesuai dengan prinsip ini antara lain metode eksperimen, diskusi, bermain peran, simulasi, problem solping. Teknik pembelajaran yang dapat digunakan misalnya Tanya jawab, komunikasi interaktif, dan menyusun laporan.
5). Prinsip Alih Pengetahuan ( Transferring)
Prinsip alih pengetahuan dalam pembelajaran kontekstual merupakan pengembangan dari prinsip aplikasi. Selain siswa mampu menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam situasi yang berbeda,bahkan diharapkan mampu mengembangkan dan menemukan konsep baru. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran kontekstual antara lain “ siswa mampu menerapkan materi yang telah dipelajarai untuk memecahkan masalh-masalah baru merupakan penguasaan strategi kognitif atau pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menemukan (finding)” (Gagne,Reigeluth & Merrill dalam Gafur,2003:3).
Metode yang dapat digunakan dalam penerapan prinsip ini di antaranya metode inquiri, metode proyek, dan metode problem solping. Teknik pembelajaran yang dapat digunakan misalnya pengamatan, eksperimen, menggolongkan, menerapkan, menarik simpulan, dan mengkomunikasikan. Metode dan teknik pemebelajran yang lain dapat dikembangkan sendiri oleh guru sesuai dengan kebutuhan. Contoh penerapan prinsip ini, siswa dapat membuat pembangkit listrik penerapan setelah mereka mengetahui dan memahami sifat-sifat air, dan mengetahui prinsip-prinsip kerja dynamo serta baling-baling. Untuk melengkapi uraian di atas, hubungan prinsip, metode, dan pembelararan kontekstual digambarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel Hubungan Prinsip, Metode, dan Teknik Pembelajaran Kontekstual
No Prinsip-prinsip CTL Metode Pembelajaran Teknik Pembelajaran
1 Keterkaitan, Relevansi (Relating) Ceramah, Observasi, Diskusi Pemberitahuan tujuan, dan manfaat materi pelajaran. Mengamati jaringan topik materi pembelajaran. Tanya jawab
2 Pengalaman Langsung (Experiencing) Inquiri, Ekspositri, Kontruktivisme, Induktif, Experimen Mengamati Mengelompokkan, Membandingkan, Menyimpulkan

3 Aplikasi (Applying) Observasi Karyawisata, Eksperimen Mengamati, Mencoba, Magang
4 Kerjasama (Cooperating) Eksperimen, Diskusi, Bermain Peran, Simulasi, Problem Solping Tanya jawab, Komunikasi interaktif, Menyususn laporan
5 Alih Pengetahuan (Transferring) Inquiri, Proyek, Problem Solping Mengamati, mencoba, menggolongkan, menerapkan, Menyimpulkan, Mengkomunikasikan


F. INTEGRASI KONSEP DAN PRINSIP PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DALAM PEMBELAJARAN
Pada umunya kegiatan pembelajaran dikelompokan menjadi tiga tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Dalam pandangan yang sama kegiatan pembelajaran dikembangkan meliputi: pembelajaran pendahuluan (pre-instructional activities), memancing penampilan siswa (eliciting performance), pemberian umpan balik (providing feedback), dan kegiatan tindak lanjut (pollow up activities) berupa remedial (perbaikan) dan pengayaan (remedial and enrichment), (Gafur, 2003:5)
Uraian masing-masing komponen kegiatan pembelajaran tersebut sebagai berikut.
1) Pembelajaran Pendahuluan (Pre-instructional Activities)
Pada umumnya kegiatan pembelajaran pendahuluan atau kegiatan awal dilaksanakan dengan kegiatan apersepsi atau prates. Dalam pembelajaran kontekstual, selain melaksanakan kegiatan tersebut kegiatan pembelajaran pendahuluan dikembangkan dengan kegiatan lain yang merupakan penjabaran dari prinsip “keterkaitan” (relating).
Kegiatan ini meliputi :
pemberian tujuan, ruang lingkup materi (akan lebih baik dilengkapi peta konsep yang menggambarkan struktur atau jalinan antara materi), manfaat atau kegunaan suatu topik baik untuk keperluan sekarang maupun belajar yang akan dating, manfaat atau relefansinya untuk bekerja di kemudian hari, dll. (Gafur, 2003:6 )
Dari pembelajaran pendahuluan yang melibatkan kegiatan prates, dapat diketahui kesiapan siswa untuk menerima materi pembelajaran. Siswa yang sudah menguasai pembelajaran diperbolehkan mempelajari topik berikutnya sedangkan siswa yang belum menguasai topik pelajaran diberi pembekalan atau matri kulasi. Setelah itu, mereka diperbolehkan mempelajari topik berikutnya.
2). Penyampaian Materi Pembelajaran (Presenting Instructional Materials).
Hal yang sangat penting untuk diperkatikan oleh guru penyampaian materi pembelajaran dalam pembelajaran kontekstual hendaknya jangan terlalu banyak penyajian yang bersifat “ekspositori (ceramah, dikte), dan deduktif”. Namun sebaliknya gunakanlah sebanyak mungkin metode penyajian atau presentasi seperti inquisitory, discovery, diskusi, inventori, induktif, penelitian mandiri” (Merrill, Reigeluth, Keachie dalam Gafur, 2003:6). Penyampaian materi pembelajaran diupayakan senantiasa menantang siswa untuk dapat memperoleh “pengalaman langsung, menemukan, menyimpulkan, serta menyusun sendiri konsep yang dipelajari” (Gafur, 2003:6). Sejalan dengan konsep di atas, penyampaian materi pelajaran lebih mengarah pada prinsip pengalaman langsung, penerapan, dan kerjasama. Hal lain yang tidak kalah penting dalam pembelajaran adalah media dan alat bantu sebagai alat pemusat perhatian seperti “paduan warna, gambar, ilustrasi, penegas visual” (Gafur, 2003:6). Kaitannya dengan masalah ini guru dapat memilih dan mengembangkan sendiri media maupuin alat bantu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
3). Pemancingan Penampilan siswa (Eliciting Performance)
Siswa merupakan subjek pembelajaran, bukan objek pembelajaran. Oleh sebab itu, siswalah yang lebih banyak berperan aktif dalam pembelajaran dari pada guru. Dalam hal ini, guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu mrnyiapkan fasilitas dan kondisi pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif belajar. Untuk dapat mengaktifkan siswa dalam belajar, guru harus mampu memancing penampilan siswa (eliciting performance). Hal ini dimaksudkan untuk “ membantu siswa dalam menguasai materi atau mencapai tujuan pembelajaran melalui kegiatan latihan (exercise) dan praktikum” (Gafur, 2003:6). Berdasarkan konsep di atas, prinsip pembelajaran kontekstual yang di gunakan dalam kegiatan ini adalah penerapan dan alih pengetahuan. Dengan demikian orientasi kegiatan siswa pada kegiatan pelatihan dan penerapan konsep dan prinsip yang dipelajari dalam konteks dan situasi yang berbeda, bukan sekedar kegiatan menghapal” (Gafur, 2003:6). Contoh kegiatan dalam pembelajaran, siswa setelah mempelajari teknik menulis proposal kegiatan, selanjutnya mereka ditugasi menyusun proposal kegiatan kemping, klasmiting, bakti sosial dll. Dalam penyajian materi, siswa mempelajari proposal kegiatan karyawisata atau kegiatan lainnya.
4). Pemberian Umpan Balik (Providing Feedback)
Pada umumnya pemberian umpan balik (providing feedback) dilakukan melalui kegiatan pascates. Hasilnya kemudian di informasikan kepada siswa sebagai bahan umpan balik. Umpan balik itu sendiri diartikan yaitu” informasi yang diberikan kepada siswa mengenai kemajuan belajarnya” ( Gafur, 2003:6). Dalam prinsip pembelajaran kontekstual tidak dinyatakan secara eksplisit mengenai prinsip pembelajaran yang mengarah pada kegiatan umpan balik. Namun demikian, secara inplisit pemberian umpan balik dapat dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung baik dalam bentuk penilaian prates, penilaian proses, maupun pascates. Bahan umpan balik dapat diambil dari hasil penilaian melalui kegiatan pengamatan guru terhadap siswa dalam menerapkan prinsip-prinsip belajar kontekstual. Aspek-aspek yang dinilai antara lain keaktifan siswa, penarikan simpulan, penerapan konsep, dan kekompakan tim. Selain itu umpan balik dapat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut
Siswa diberi tugas mengerjakan soal-soal latihan, lalu diberi kunci jawaban. Dengan mengetahui kunci jawaban, mereka akan mengetahui apakah jawabannya benar atau salah. Umpan balik yang baik adalah umpan balik yang lengkap. Jika salah, siswa diberitahukan kesalahannya, mengapa salah , kemudian dibetulkan. Jika jawaban siswa benar, mereka diberi konfirmasi agar mereka mantap bahwa jawabannya benar. Agar siswa dapat menemukan sendiri jawaban yang benar, ada baiknya umpan balik diberikan tidak secara langsung (delay feedback) misalnya “jawaban yang benar anda baca lagi pada halaman 34” (Gafur, 2003:7).
Berdasarkan uraian di atas, pemberian umpan balik dapat melalui informasi hasil penilaian proses dan hasil pekerjaan siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan, tugas-tugas, baik individu maupun kelompok, serta informasi dari hasil penilaian lainnya.
5). Kegiatan Tindak Lanjut (Follow Up Activities).
Kegiatan tindak lanjut dalam pembelajaran kontekstual, merupakan pembelajaran tingkat tinggi. Hal ini dikarenakan bentuk kegiatan tindak lanjut berupa “mentransfer pengetahuan (transfering), pemberian pengayaan, dan remedial (remedial and enrichment)” (Gafur, 2003:7). Sebagaimana prinsip belajar trasfering dalam pembelajaran kontekstual, siswa akan belajar pada tataran yang lebih tinggi yakni belajar untuk dapat menemukandan mencapai strategi kognitif. Kegiatan tindak lanjut berikutnya yakni “pengayaan yang diberikan kepada siswa yang telah mencapai prestasi sama atau melebihi dari yang ditargetkan, dan remedial diberikan kepada siswa yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam mencapai target pembelajaran ayng telah ditentukan” (Gafur, 2003:7). Dengan demikian komponen pembelajaran tindak lanjut dilaksanakan dengan cara menemukan prinsip pembelajaran alih pengetahuan (transferring).
Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual dapat diintegrasikan kedalam kegiatan pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dengan bekal pengetahuan sistem pembelajaran kontekstual atau CTL ini, guru dapat dengan segera melakukan perubahan dan pengembangan sistem pembelajaran yang dapat memberikan peluang lebih banyak terhadap keberhasilan belajar siswa. Untuk melengkapi uraian di atas, berikut ini disajikan table pengintegrasian prinsip-prinsip CTL kedalam pembelajaran.



G. KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Ø Kerjasama

Ø Saling menunjang

Ø Menyenangkan, tidak membosankan

Ø Belajar dengan bergairah

Ø Pembelajaran terintegrasi

Ø Menggunakan berbagai sumber

Ø Siswa aktif

Ø Sharing dengan teman

Ø Siswa kritis guru kreatif

Ø Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain

Ø Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain


H. PERBEDAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN TRADISIONAL

Kontekstual

1. Menyandarkan pada pemahaman makna.

2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.

3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.

5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.

7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).

8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.

9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.

10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.

11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.

12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.

13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.

14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Tradisional

1. Menyandarkan pada hapalan

2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.

3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.

4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.

5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.

6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.

7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).

8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.

9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.

10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.

11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.

12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.

13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.

14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.


I. PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.

Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya :

1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik

2. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

3. Ciptakan masyarakat belajar.

4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan

6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

Tujuan dari penerapan dan pendekatan pembelajaran konstektual adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai individual, anggota keluarga, anggota masyarakat dan anggota bangsa.

Untuk mencapai tujuan tersebut, sejumlah hasil yang diharapkan dalam penerapan pendekatan pembelajaran konstektual, diantaranya adalah :

* Guru yang berwawasan.

* Materi dalam pembelajaran.

* Stategi metode dan teknik belajar mengajar.

* Media pendidikan

* Fasilitas

* Proses belajar mengajar

* Kancah pembelajaran

* Penilaian

* Suasana.


J. KESIMPULAN

Pembelajaran konstektual merupakan pendekatan belajar yang mendekatkan materi yang dipelajari oleh siswa dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Jika dilaksanakan dengan baik pembelajaran konstektual dapat meningkatkan makna pembelajaran ini pada gilirannya menimbulkan hasil belajar siswa, baik hasil belajar yang berupa kemampuan dasar maupun kemampuan fungsional. Pendekatan pembelajaran konstektual memerlukan guru yang gemar mempelajari konteks untuk dikaitkan dengan materi pelajaran yang diajarkan.


K. SARAN

Dalam pembelajaran konstekstual diperlukan guru yang berwawasan luas yang dapat mengaitkan mata pelajaran dengan kehidupan sehari-hari serta materi pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa. Strategi guru dalam proses pembelajaran kontekstual sangat menetukan keberhasilan siswanya. Guru melakukan perubahan kebiasaan dalam proses belajar mengajar, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian hasil belajarnya. Sebagai calon pendidik (guru) pembelajaran kontekstual ini sangat penting karena dapat membantu siswa untuk lebih mudah menerima materi pelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

0 komentar:

Posting Komentar